Perjanjian Kalijati merupakan salah satu kesepakatan dalam dunia diplomasi yang penting dalam sejarah tanah air kita. Perjanjian yang dilakukan oleh Jepang dan Belanda ini bertempat di kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat tepatnya di lapangan terbang militer Kalijati. Pada tahun 1940an terjadi banyak konflik di berbagai belahan dunia sebagai salah satu efek dari Perang Dunia II yang berlangsung sejak tahun 1939 sampai 1945.
Untuk mengatasi konflik – konflik tersebut, banyak diadakan perundingan dan perjanjian antara negara – negara yang bertikai. Selain perjanjian linggarjati, salah satunya adalah Perjanjian Kalijati yang menjadi titik dimana Belanda mengakhiri kekuasaannya di Indonesia dan menyerahkannya kepada Jepang tanpa syarat. Berikut ini adalah latar belakang sejarah perjanjian Kalijati yang menjadi bagian dari sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia.
Kebangkitan Kekaisaran Jepang
Pada rentang waktu tersebut bertepatan dengan restorasi Meiji, Jepang yang mengalami peningkatan kekuatan ekonomi dan militer sedang gencar memperluas daerah jajahannya. Jepang ingin menjadi pemimpin Asia dan mewujudkan negara Asia Timur Raya, dan memperluas kekuasaan mulai dari China sampai Asia Tenggara. Mereka menyerang pangkalan Angkatan Laut Amerika yang bernama Pearl Harbour pada 7 Desember 1941, tanpa adanya peringatan perang sebelumnya yang lazim terjadi. Serangan tersebut mendapat kecaman keras dari dunia internasional, dan Jepang baru menyatakan perang terhadap Amerika Serikat secara resmi setelahnya. Ini berarti Jepang juga menyatakan perang terhadap sekutu Amerika Serikat, antara lain salah satunya adalah Belanda.
Jepang dengan semboyan dan propaganda tiga A nya yang pertama kali diumumkan pada 29 April 1942 semakin berani melangkah, dengan melancarkan Perang Asia Timur Raya atau “Dai Toa Shenso”. Semboyan propaganda “Jepang Pemimpin Asia”, “Jepang Pelindung Asia” dan “Jepang Cahaya Asia” bertujuan untuk secara langsung memikat simpati dan hati rakyat Indonesia yang telah lelah dengan kekejaman penjajah sebelumnya yaitu Belanda. Dalam waktu singkat, Hongkong dan Singapura jatuh ke tangan Jepang.
Sementara Belanda mengalami kemerosotan dan kehancuran kerajaannya akibat serangan dari Nazi Jerman hingga berimbas kepada pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia pula. Sebagai anggota sekutu ABDA (American, British, Dutch dan Australia) maka Belanda juga mendapatkan imbasnya. Sekitar pertengahan Februari 1942, Komando Sekutu sudah dibubarkan. Dengan demikian kekuatan sekutu hanya tinggal tersisa pada pimpinan Panglima tertinggi militer Belanda, dalam hal ini adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pada 1 Maret 1942, pasukan angkatan laut Jepang berhasil mendarat di Pantai Eretan, Indramayu lalu menyerang dan merebut satu persatu dari benteng pertahanan Belanda hanya dalam satu minggu hingga menaklukkan benteng utama Belanda.
Daerah kekuasaan Belanda pun semakin mengecil sementara kekuasaan Jepang di Indonesia semakin meluas. Sekitar awal tahun 1942, pangkalan minyak Belanda jatuh ke tangan Jepang. Kemudian pada Oktober 1942, pasukan Jepang pada akhirnya berhasil memasuki Batavia. Kekalahan – kekalahan dari Jepang akhirnya memaksa Belanda menyetujui Perjanjian Kalijati yang ditandatangani pada 8 Maret 1942. Ketahui juga mengenai sejarah perjanjian Tordesillas, sejarah perjanjian internasional, dan sejarah perjanjian linggarjati.
Isi Perjanjian Kalijati
Dalam sejarah perjanjian Kalijati, isinya hanya menyebutkan mengenai penyerahan wilayah jajahan Belanda atas Indonesia kepada Jepang tanpa syarat. Kemudian ada juga pasal mengenai pemerintahan Jepang di Indonesia, dimana Jepang akan membentuk pemerintahan militer yang terdiri dari beberapa bagian berikut:
- Pemerintahan Tentara ke enam belas Angkatan Darat dengan wilayah di seputar Jawa dan Madura. Pusat dari pemerintahan tentara ini adalah kota Jakarta atau Batavia.
- Pemerintahan Tentara ke dua puluh lima Angkatan Darat yang wilayahnya adalah Sumatera. Pusat pemerintahannya adalah kota Bukittinggi.
- Pemerintahan Tentara Armada Angkatan Laut di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua dan Maluku dengan Makassar sebagai pusatnya.
Ketiga wilayah pemerintahan yang disebut dalam sejarah perjanjian Kalijati tersebut dipimpin oleh Kepala Staff yang disebut Gunseikan. Posisi pimpinan tertinggi tersebut diserahkan kepada Panglima KNIL, Letjen Terpoorten pada 4 Maret 1942. Perjanjian penyerahan kekuasaan Belanda tanpa syarat ini ditanda tangani oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Starchouwer dan Panglima Tentara Belanda Letnan Jenderal Haindrik Terpoorten di hadapan Komandan Gurita Barat, Jenderal Hitoshi Imamura, Panglima Tentara ke-16 kerajaan Jepang. Simak juga mengenai sejarah perjanjian renville, latar belakang perjanjian renville dan sejarah perjanjian giyanti.
Situasi Pasca Perjanjian Kalijati
Dalam sejarah perjanjian Kalijati, ada beberapa dampak yang terjadi pasca penanda tanganan perjanjian tersebut. Pada awalnya, bangsa Indonesia menyambut dengan baik pengambil alihan kekuasaan dari Belanda oleh Jepang karena mengira Jepang akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik sebagai sesama bangsa Asia.
- Penanda tanganan perjanjian ini berarti juga berakhirnya kekuasaan dan penjajahan Belanda di Indonesia yang sudah berlangsung selama 350 tahun kurang lebih dan secara resmi penjajah Indonesia digantikan oleh Jepang.
- Jepang membentuk badan militer dalam jumlah banyak dengan tingkatan yang berbeda – beda sehingga para pemuda dan rakyat Indonesia bisa mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik, terutama pendidikan militer.
- Indonesia dijanjikan mendapatkan kemerdekaan dari Jepang dengan pembentukan BPUPKI dan PPKI yang bertugas untuk mempersiapkan hal – hal yang dibutuhkan untuk mempersiapkan kemerdekaan.
Akan tetapi, semua itu ternyata hanya omong kosong yang dihembuskan pihak Jepang untuk mendapatkan simpati rakyat. Sebab pada kenyataannya, perlakuan Jepang kepada rakyat Indonesia jauh lebih bengis daripada di masa penjajahan Belanda sehingga walaupun hanya berlangsung selama tiga tahun, secara keseluruhan masa penjajahan Jepang di Indonesia lebih buruk situasinya bagi rakyat.
Peninggalan Perjanjian Kalijati
Bagi daerah Kalijati yang menjadi bagian dari sejarah perjanjian Kalijati, ada sisi sejarah tersendiri yang tersisa dan masih dapat dilihat hingga sekarang. Saat ini terdapat beberapa objek wisata yang ada di Kalijati, antara lain:
- Museum Rumah Sejarah – Rumah sejarah Kalijati bertempat di bekas rumah yang digunakan untuk menandatangani perjanjian tersebut tepatnya di Komplek Lapangan Udara Suryadarma Kalijati, Subang. Pada zaman dulu, Lapangan Udara ini adalah sebuah sekolah penerbangan Hindia Belanda. Hingga saat ini rumah tersebut masih berdiri kokoh lengkap dengan perabotnya yang berasal dari tahun 1940an. Pemeliharaan rumah ini dilakukan oleh Pemda Kabupaten Subang, karena museum ini menjadi cagar budaya milik pemerintah daerah Subang.
- Museum Hidup – Dinamakan museum hidup karena menyimpan berbagai jenis pesawat terbang dari zaman dulu yang masih bisa diterbangkan berkat perawatan yang sangat baik. Pesawat – pesawat terbang ini kemungkinan adalah peninggalan dari sekolah penerbangan tersebut.
- Monumen Jepang – Monumen yang dibuat sebagai bagian dari sejarah perjanjian Kalijati ini merupakan monumen tentara jepang dan masih dikunjungi oleh kerabat para tentara Jepang yang dulu pernah bertugas di Kalijati.
Setelah sejarah perjanjian ini, kekuasaan Jepang yang menyengsarakan rakyat Indonesia tidak berlangsung lama seperti Belanda. Arah peperangan berubah dengan dijatuhkannya bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki yang dilakukan oleh Amerika sebagai balas dendam atas serangan Pearl Harbour. Serangan bom atom tersebut efektif membuat Jepang kacau balau dan mulai mengalami kemunduran dalam kekuasaannya. Jepang akhirnya menyerah pada sekutu, dan sekali lagi kekuasaan di Indonesia menjadi bergeser. Hal ini dipandang oleh Belanda sebagai kesempatan untuk mengambil kembali kekuasaan di Indonesia. Akan tetapi perlawanan rakyat Indonesia yang gigih pada akhirnya membuahkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.